Rabu, 02 Februari 2011

Bu Risma, Walikota Perempuan Pertama di Surabaya, dari wilayah Birokrat ke Politik

Bu Risma, Walikota Perempuan Pertama di Surabaya, Sang Penakluk...

Sebagai warga kota saya ikut bersyukur memiliki Beliau sebagai pemimpin Kota untuk 5 tahun ke depan, dan saya berharap beliau bisa sukses dengan cemerlang memajukan Surabaya dan membawa kemakmuran bagi masyarakat Kota. Saya juga sangat berharap Beliau tetap konsisten untuk membela kepentingan rakyat yang benar, bukan kepentingan rakyat yang melenceng dari kebenaran sampai akhir jabatannya...Semoga Alloh selalu membantumu Bu...aamiin

Semenjak 4 bulan terakhir Bu Risma menjabat sebagai walikota Surabaya, tak henti-hentinya ujian terus datang, terutama dari DPRD Kota Surabaya. Seperti yang saya kutip dari beberapa berita berikut :



Malang-post.com
Nasional :Wali Kota Dipecat Dewan
Senin, 31 Januari 2011 16:03
SURABAYA - Ambisi DPRD Kota Surabaya untuk memakzulkan Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya, terwujud sudah. Enam dari tujuh fraksi sepakat memberhentikan Risma dari jabatan, yang diembannya sejak dilantik Gubernur Jatim, 28 September 2010 lalu. (berita lain di halaman nasional)
Risma dianggap telah ‘berdosa’ karena mengeluarkan Peraturan Walikota (Perwali) nomer 56 dan 57, terkait kenaikan pajak reklame sebesar 300 persen. Tidak itu saja, walikota dianggap tidak mendengar aspirasi masyarakat karena hanya memberi 50 persen dana aspirasi Jasmas, yang diajukan DPRD Surabaya.
‘’Kami ikhlas untuk memberhentikan Tris Rismaharini dari jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya. Kami bisa menerima dan menyetujui itu,’’ kata Syaifuddin Zuhri, juru bicara Fraksi PDIP dalam sidang hak angket tentang Perwali Surabaya nomer 56 dan 57 di Gedung DPRD Surabaya, Senin siang.
Sikap FDIP, yang juga partai pengusung pasangan Tri Rismaharini-Bambang DH sebagai Wali Kota Surabaya 2010-2015 ini, juga didukung lima fraksi lainnya. Diantaranya Fraksi PDS, Fraksi PKB, Fraksi Amanat Persatuan, Fraksi Demokrat dan Fraksi Golkar.
Sedang satu fraksi yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak upaya pemakzulan yang dilakukan DPRD Surabaya. Alasannya, PKS melihat tindakan memberhentikan Risma belum cukup bukti dan terlalu berlebihan.
‘’Fraksi kami menilai terlalu jauh. Selain itu, belum cukup data dan bukti untuk berhentikan wali kota. Makanya, kami tidak sependapat dengan rekan-rekan fraksi lainnya,’’ kata Tri Setijo Purwito, juru bicara Fraksi PKS.
Sidang paripurna, yang awalnya didukung para pendemo di luar gedung DPRD Surabaya itu, hampir semuanya menyebut kalau Perwali 56 dan 57 disusun tanpa mekanisme yang ada. Walikota dengan kekuasaannya dan tanpa mengajak DPRD telah menyusun Perwali, yang jika dilaksanakan akan memberatkan pengusaha jasa biro iklan.
‘’Tidak hanya itu, Perwali nomor 57 disusun Risma tanpa melibatkan dinas terkait, yang ada didalamnya. Akibatnya, pajak iklan di Surabaya jauh lebih mahal dibanding pajak iklan di Jakarta,’’ tandas Imanuel Lumoindang, juru bicara Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS).
Alasan yang sama juga diungkapkan Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PKB. Makanya, seperti telah dikomando juru bicara kedua fraksi ini pun sepakat dan setuju memberhentikan walikota dari jabatannya. ‘’Kami menyetujui rekomendasi dari pantia angket untuk menurunkan Wali Kota Surabaya,’’ ujar Musrifah dan Blegur Prijangkono dari FPKB dan FPG.
Sementara itu dihubungi Malang Post secara terpisah, Bambang DH menyebutkan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak melihat sikap DPRD Surabaya. Meski pemberhentian atau pelengseran Wali Kota Surabaya bukan perkara mudah, tetapi keputusan DPRD Surabaya tetap akan dihormatinya.
Selama ini, ujar Bambang, PDIP Kota Surabaya telah berusaha mencarikan jalan keluar ketegangan yang dialami Risma dan dewan. Tetapi, upaya itu selalu saja gagal karena sikap arogansi Risma dalam menghadapi anggota dewan. ‘’Terakhir ketika dewan melaporkan Bu Risma ke Polda Jatim, saya sudah berusaha mencarikan jalan keluar, tapi keadaan berbicara lain,’’ tuturnya.
Dari data yang dihimpun Malang Post menyebutkan, sebenarnya tidak hanya soal Perwali 56 dan 57, yang menjadikan DPRD Surabaya, geram. Sejumlah masalah memang telah menyulut gerakan DPRD Surabaya untuk melengserkan Risma. Aksi pemanasan telah dimulai ketika Surabaya diguncang demo pro dan kontra soal pembangunan tol tengah.
Melihat kemelut di Kota Surabaya, Gubernur Jatim pun sampai ikut-ikutan turun tangan. Kedua belah pihak sampai dipanggil khusus di kediaman Jl. Imam Bonjol. Gubernur melihat pembangunan Surabaya akan terbengkalai karena APBD Surabaya tidak segera dibahas hanya karena perseteruan dewan dan walikota.
‘’Kami hanya melihat aspek kepentingan masyarakat saja. Tidak lebih dari itu. Kalau APBD tidak segera dibahas, maka target pembangunan di Surabaya akan mandheg. Padahal, Surabaya motor penggerak pembangunan di daerah lainnya,’’ ucap Soekarwo, saat memanggil dewan dan walikota, dua pekan lalu. (has/avi)



Senin, 31/01/2011 21:57 WIB Rismaharini, walikota anti kompromi
BBCIndonesia.com - detikNews
BBC Indonesia
Senin, 31/01/2011 21:57 WIB

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melahirkan kebijakan yang ditolak DPRD Kota Surabaya.
Terancam diberhentikan sebagai Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini tetap bersikukuh bahwa berbagai kebijakan kontroversinya dalam menata Kota Surabaya selama ini semata-mata untuk "kepentingan rakyat."
Dan untuk kepentingan itu, Rismaharini -yang dilantik sebagai Wali Kota Surabaya pada September 2010 lalu- mengaku berusaha habis-habisan untuk memegang prinsipnya itu.

Tidak perduli apabila yang dihadapinya adalah DPRD Kota Surabaya serta pimpinan partai politik yang sejak awal menentang beberapa kebijakan kontroversinya.
"Sekian puluh tahun saya jadi bikokrat, saya pegang prinsip itu. Nah, kemudian kalau saya menjabat wali kota ini paling lama lima tahun, apakah saya harus mengubah sikap, saya kira nggak," tandas Risma, begitu panggilan akrabnya, dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia hari Selasa (25/1) lalu di rumah dinasnya di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Wawancara dengan Risma, 50 tahun, memang berlangsung dalam suasana genting, di sela-sela kesibukannya menjawab protes DPRD Kota Surabaya yang mempersoalkan kebijakannya dalam menata ulang reklame.
Setelah dilantik sebagai Wali Kota Surabaya, perempuan kelahiran 20 November 1961 ini memang telah melahirkan berbagai kebijakan yang menuai protes dari para politisi di DPRD kota tersebut, diantaranya soal penataan reklame dan penolakannya atas pembangunan jalan tol di tengah kota.
Wawancara dengan BBC Indonesia dilangsungkan disebuah petang bergerimis, setelah alumni Institut Teknologi Sepuluh November, ITS, Surabaya ini bertemu Gubernur Jawa Timur untuk menyelesaikan masalah politik ini.
Tapi tampaknya perundingan tersebut tidak membuahkan hasil, karena tidak dihadiri pimpinan DPRD Surabaya.
Dan klimaksnya, hari Senin (31/1), Pansus hak angket DPRD Surabaya tentang kebijakan penataan reklame akhirnya mengeluarkan rekemondasi kepada DPRD Surabaya untuk mengusulkan pemberhentian Tri Rismaharini sebagai walikota.
Namun bukan Rismaharini apabila tidak "melawan". Selain tidak menghadiri sidang tersebut, Risma juga sejak awal mengatakan tidak ada yang salah dari kebijakannya.
"Saya tetap berpedoman: kepentingan masyarakat itu yang utama, saya tidak akan berubah apapun resikonya, karena saya yakin suara rakyat itu suara Tuhan," katanya, sebelum rekomendasi pansus itu dikeluarkan.
"Saya tidak boleh bergeming karena keinginan bukan atas nama pribadi atau kelompok," tegas Risma, seorang arsitek tamatan ITS itu.

Tidak kompromi
Julukan keras kepala diberikan lawan politiknya, setelah Risma menolak permintaan DPRD kota itu untuk meninjau ulang beberapa kebijakannya.
Kepada Heyder Affan, Rismaharini mengaku tidak akan mengubah sikapnya meski diancam interpelasi.
Setidaknya ada tiga kebijakan yang terus dipersoalkan. Pertama, Peraturan Wali Kota Nomor 56 dan 57 tahun 2010 tentang penataan reklame.
Kebijakan ini intinya menaikkan tarif pajak reklame dari 100% hingga 400% untuk reklame berukuran delapan meter. Sebaliknya, reklame berukuran lebih kecil tarifnya diturunkan hingga 40%.
Dalam berbagai kesempatan, Risma menyebut langkahnya ini agar "Surabaya tidak menjadi hutan reklame".
Keberadaan reklame berukuran raksasa juga disebutnya "rawan dan membahayakan masyarakat jika roboh".
Alasan ini kontan saja dimentahkan para politisi di DPRD Kota Surabaya, yang -seperti dikutip media- menyebutnya dapat mematikan pengusaha reklame dan biro iklan. Risma juga dicurigai bertujuan untuk menguntungkan perusahaan reklame tertentu.

Tuduhan ini tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Risma. "Saya lakukan semua itu untuk kepentingan masyarakat. Tidak ada yang bersifat pribadi," katanya.
Sikap menolak kompromi juga ditunjukkan perempuan kelahiran Kota Kediri, Jawa Timur ini, ketika mati-matian menolak pembangunan jalan tol tengah Kota Surabaya.
Padahal, rencana membangun jalan tol sepanjang 23, 8 kilometer senilai Rp8 triliun ini sudah disetujui pemerintah pusat dan didukung DPRD kota itu.
Disebutkan jalan tol dari kawasan Waru-Sidoarjo ke Tanjung Perak itu akan dapat mengurangi kemacetan.

Tetapi apa jawaban Risma? "Jalan tol itu tak akan menyelesaikan kemacetan di Surabaya, justru di masa depan akan memperparah kemacetan."
Dia kemudian mengusulkan agar meneruskan pembangunan jalan lingkar timur untuk mengurangi kemacetan sekarang dengan alasan pembangunan jalan tol ini akan mengorbankan ribuan warga yang harus digusur.
Jawaban ini menimbulkan gelombang reaksi kemarahan politisi DPRD Surabaya. Tuduhan keras kepala pun diarahkan kepada ibu dua anak ini.
Bagaimanapun Risma tetap tidak bergeming: "Orang tua saya mendidik saya punya prinsip, yang -kalau bisa- tidak berubah dalam kondisi apapun. Kalau sepanjang itu benar, kebenaran itu harus dipegang. Itu yang (menyebabkan) orang lain menganggap saya keras kepala," paparnya, datar.


Terobsesi taman kota
Ancaman interpelasi dari DPRD Kota Surabaya terhadap dirinya sepertinya sama sekali tidak mempengaruhi rutinitasnya. Usai wawancara, Risma mengajak BBC keliling Kota Surabaya, untuk melihat langsung taman-taman kota yang dulu ditatanya.
Semenjak dipercaya menduduki jabatan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2005-2008), Risma sudah dikenal sebagai pejabat yang gila taman.
Tri Rismaharini mengklaim semua kebijakannya untuk kepentingan warga Surabaya.
Malahan sejumlah media terbitan Surabaya menjulukinya sebagai "Ibu Giman" alias Ibu Gila Taman.

Langkah pembangunan dan penataan taman-taman kota di berbagai sudut kota ini terus ditindaklanjutinya saat dia dipercaya sebagai Kepala Perencanaan Kota Surabaya (2008-2010).
Saat itu, hampir tiap hari koran lokal Surabaya melaporkan, sejak saat itulah ibukota propinsi Jawa Timur itu terlihat "makin hijau dan indah".
menyedot perhatian.
Kenapa Anda begitu terobsesi terhadap taman, sehingga Anda dijuluki ibu Giman?
Risma sempat tertawa, sebelum menjawab pertanyaan ini. "Saya ingin mengubah imej Surabaya yang selalu dikatakan sebagai kota yang panas, kota yang keras".
Dan lebih dari sekedar membangun taman, Risma ingin taman-taman itu bermanfaat langsung bagi warga Kota Surabaya.
"Saya ngotot agar taman itu bisa dinikmati masyarakat, yaitu menjadi ruang sosial dan rekreasi bagi masyarakat tidak mampu," ungkapnya.
Itulah sebabnya, menurutnya, tidak ada taman di sudut-sudut Kota Surabaya yang berpagar. "Ini yang membuat taman kita tidak satu pun yang nggak laku."

Panggung politik
Dibesarkan dalam dunia birokrasi, Risma akhirnya dipaksa untuk terjun ke politik praktis setelah dia terpilih sebagai Wali Kota Surabaya periode 2010-2015.

Di sinilah perempuan berkerudung ini mengaku bagaimana memahami dunia politik itu sebagai kendala utamanya.
"Kendala itu bukan karena saya perempuan. Kendalanya karena saya berangkat dari birokrat, dan selama ini saya tidak mengenal politik," ungkapnya terus terang.
Di ajang Pilkada tahun lalu, diajukan oleh PDI Perjuangan sebagai calon wali kota, dan Risma akhirnya mampu mengungguli lawan-lawannya.
Sebuah dunia baru bernama politik praktis pun dia terjuni, dan ternyata tidaklah muda.
"Karena saya biasanya di birokrat, dasar-dasarnya itu adalah dari data, yang kemudian kami realisasikan. Nah, tapi ternyata dalam politik tidak demikian. Nah ini terus-terang saya masih sangat belajar di situ."
Namun buru-buru Risma mengatakan, meskipun sekarang dia terjun di dunia politik, "kesejahteraan masyarakat tetap menjadi tujuan utamanya".
Dalam wawancara itu, Risma berulangkali menyebut peran kedua orang tuanya yang disebutnya mampu membentuk karakter-nya seperti sekarang, termasuk ketika menghadapi persoalan politik dengan DPRD Kota Surabaya.

Secara khusus dia menyebut sosok mendiang ayahnya. "Ayah saya sebetulnya berhak dimakamkan di makam pahlawan, dan berhak dapat fasilitas sebagai veteran. Saya tahu dia menolak. Saya berjuang untuk tidak dapat fasilitas, tapi untuk negara. Ini membekas pada saya," ungkapnya.

"Saya takut melukai orang tua saya, kalau saya mengkhianati kota ini," katanya, agak diplomatis, sekaligus menutup wawancara dengan BBC Indonesia.

Siapa Yang berlebihan?
Bila kita ikuti berita dari berbagai media, sepak terjang dan kiprah yang telah dilakukan, track record antara Bu Risma dan DPRD yang menurunkannya,..siapakah yang sebenarnya berlebihan..? Tentunya hati kecil kita pasti punya jawabnya...

Jalan Solusi
Saya sangat berharap akan bisa dengan segera ditemukan jalan keluar terbaik. Jalan pemecahan masalah yang membawa manfaat bagi semuanya. Karena sudah berada di wilayah politik maka biasanya solusi juga akan bernuansa politis. Namun harus tetap diingat solusi ini harus masuk akal dan tetap menjunjung kebenaran dan rasa keadilan bagi semuanya.Tentunya masing-masing sadar bahwa setiap tindakan dan keputusan yang akan diambil harusnya membawa paling banyak manfaat dan yang tersedikit mudhorotnya.Harus ada kerelaan bahwa bila memang ada kekurangan dan kesalahan harus menerima yang benar dan menghormatinya. Harus tetap memiliki rasa malu dan etika dalam upaya mencari jalan keluar ini..

Wallohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar